BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Blakang
Dalam Islam,
prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah swt merupakan Zat Yang
Maha Esa. Ia adalah satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta,
sekaligus Pemilik, Penguasa serta Pemelihara Tunggal hidup dan kehidupan
seluruh makhluk yang tiada bandingan dan tandingan, baik di dunia maupun di
akhirat. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari segala kekurangan,
kesalahan, kelemahan, dan berbagai kepincangan lainnya, serta suci dan bersih
dalam segala hal.
Kontribusi kaum
muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran
ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh
para ilmuwan Barat. Menurut Chapra,
meskipun sebagian kesalahan terletak di tangan umat Islam karena tidak
mengartikulasikan secara memadai kontribusi kaum muslimin, namun Barat memiliki
andil dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas
kontribusi peradaban lain bagi kemajuan pengetahuan manusia. Dalam kesempatan
pembuatan makalah ini kami akan membahas tentang sejarah pemikiran ekonomi Abu
Yusuf dan as-Syaibani.
2.
Masalah
1)
Seperti apa
riwayat hidup Imam Al-Syaibani ?
2)
Bagaimana
perkembangan hidupnya dari kecil sampai besar ?
3)
Siapa guru Imam
Al-Syaibani, dan kitab apa saja yang dikarangnya ?
4)
Apa konsep
teori yang dikemukakan Imam Al-Syaibani ?
5)
Bagaimana relefansi antara teori yang
dikemukakan dengan realita saat ini?
3.
Tujuan
1)
Mengetahui riwayat hidup
Imam Al-Syaibani
2)
Mengetahui perkembangan
hidupnya dari kecil sampai besar
3)
Mengetahui guru Imam
Al-Syaibani, dan kitab apa saja yang dikarangnya
4)
Mengetahui konsep teori
yang dikemukakan Imam Al-Syaibani
5)
Mengetahui relefansi antara teori
yang dikemukakan dengan realita saat ini
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Riwayat Imam
Al-Syaibani
(132 H/750 M –
189 H/804 M)
Nama lengkap
Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-
Syaibani.
Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasit, ibu kota dari Irak pada
masa akhir pemerintah Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di
wilayah Jazirah Arab.
Bersama orang
tuanya, Al-Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan salah satu
pusat kegiatan ilmiah. Di kota tersebut, ia belajar memahami fiqh ahl al-Ra’y
(yang mengandalkan akal), dia juga mempelajari sastra, bahasa, syair, termasuk
gramatika, serta mempelajari ilmu agama, seperti alquran, hadist dan fiqh
kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri bin Dzar,
dan Malik bin Maghul.
Ahli fikih dan
tokoh ketiga Mazhab Hanafi yang berperan besar mengembangkan dan menulis
pandangan Imam Abu Hanifah. Pendidikannya berawal di rumah di bawah bimbingan
langsung dari ayahnya, seorang ahli fikih di zamannya. Pada usia belia
asy-Syaibani telah menghafal Alquran. Pada usia 19 tahun ia belajar kepada Imam
Abu Hanifah. Kemudian ia belajar kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah.
Dari kedua imam inilah asy-Syaibani memahami fikih Mazhab Hanafi dan tumbuh
menjadi pendukung utama mazhab tersebut. Asy-syaibani
sendiri di kemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam
Abu Hanifah kepadanya.
Ia belajar
hadis dan ilmu hadis kepada Sufyan as-Sauri dan Abdurrahman al-Auza’i. di
sampig itu, ketika berusia 30 tahun ia mengunjungi Madinah dan berguru kepada
Imam Malik yang mempunyai latar belakang sebagai ulama ahlulhadis dan
ahlurra’yi. Berguru kepada ulama-ulama di atas memberikan nuansa baru
dalam pemikiran fikihnya. Asy-Syaibani menjadi tahu lebih banyak tentang hadis
yang selama ini luput dari pengamatan Imam Abu Hanifah.
Dari keluasan
pendidikannya ini, asy-Sayibani dapat membuat kombinasi antara
aliran ahlurra’yi di Irak dan ahulhadis di Madinah. Ia tidak
sepenuhnya sependapat dengan Imam Abu Hanifah yang lebih mengutamakan
metodologi nalar (ra’yu). Ia juga mempertimbangkan serta mengutip hadis-hadis
yang tidak dipakai Imam Abu Hanifah dalam memperkuat pendapatnya. Di Baghdad
asy-Syaibani, yang berprofesi sebagai guru, banyak berjasa dalam mengembangkan
fikih Mazhab Hanafi, Imam asy-Syafi’I sendiri sering ikut dalam majelis
pengajian asy-Syaibani. Hal ini ditopang pula oleh kebijaksanaan pemerintah
Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara.
Tidak mengherankan kalau Imam Abu Yusuf, yang diangkat oleh Khalifah Harun
ar-Rasyid (149 H/766 M-193 H/809 M) untuk menjadi hakim agung (qadi al-qudah),
mengangkat asy-Syaibani sebagai hakim di ar-Riqqah (Irak).
2.
Perkembangan
kehidupan Imam Al-Syaibani
Pada usia 14
tahun al- Syaibani berguru kepada Abu Hanifah selama empat tahun, setelah
belajar 4 tahun, Abu Hanifah meninggal dunia dan ia tercatat sebagai penyebar
Mazhab Hanafi. Al-Syaibani termasuk salah seorang murid Abu Hanifah yang sangat
cemerlang. Ketika Abu Hanifah meninggal dunia 183 H/798 M, dia pindah ke
Madinah dan belajar kepada Malik dan al-Awza’i, lalu dia menguasai fiqh yang
mengandalkan hadis. Al-Syaibani mempelajari fiqh Abu Hanifah dari dua segi.
Pertama, dia
belajar dari mazhab Hanafi menurut apa yang dia dengar dari para ahli hadis dan
fukaha di Madinah. Kedua, dia belajar dari pemilahan masalah-masalah ushul
fiqih. Pada zamannya dia dikenal sebagai orang yang ahli dalam hitungan yang
sangat diperlukan dalam melakukan pembagian warisan, dan lain sebagainya.
Selain beinteraksi dengan para ulama al-ra’yi, Al-Syaibani juga berinteraksi
kepada para ulama ahl al-hadis. Ia terus berkelana keberbagai tempat seperti
Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti
Malik bin Anas, sufyan bin ‘Uyainah dan Auza’i. Ia pernah bertemu dengan
Al-Syafi’I ketika belajar al-muwatta pada Malik bin Anas. Al-syaibani telah
banyak mengetahui mengenai hadist yang luput dari perhatian Abu Hanifah.karena
keluasan pendidikannya, ia mampu mengombinasikan antara aliran ahl al-ra’yi di
irak dengan ahl al-hadis di Medinah.
Al-Syaibani
kembali ke Baghdad yang berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiya. Ia
mempunyai peranan penting dalam mejelis ulama dan kerap didatangi para penuntut
ilmu. Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam mengembangkan Mazhab Hanafi,
kebijakan pemerintah menetapkan Mazhab Hanafi sebagai mazhab Negara. Setelah
Abu Yusuf meninggal dunia, khalifah Haru Al-Rasid mengangkat Al-syaibani
sebagai hakimdi kota Riqqah, Irak. Namun tugas ini hanya berlangsung singkat
kerena ia mengundurkan diri untuk lebuh berkonsentrasi pada pengajaran dan
penulisan fiqh. Al-Syaibani meninggal dunia tahun 189 H (804 M) di kota al-Ray,
dekat Teheran, pada usia 58 tahun.
3. Guru dan kitab Imam Al-Syaibani
1) Guru Imam Al-syaibani :
a.
Abu Hanifah
b.
Malik bin Anas
c.
al-Awza’i
d.
Sufyan bin
‘Uyainah
e.
Auza’i
2) Kitab yang dikarang Imam
Al-Syaibani
Dalam menulis
pokok-pokok pemikiran fiqhnya, Al-Syaibani menggunakan istihsan sebagai metode
ijtihadnya. Ia merupakan sosok ulama yang sangat produktif. Kitab-kitabnya
dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu:
a.
Zhahi
al-Riwayah
Kitab-kitab yang
ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan oleh Imam Abu Hanifah. Imam Abu
Hanifah tidak meninggalkan karya tulis yang mengungkapkan pokok-pokok
pikirannya dalam ilmu fikih. Asy-Syaibani lah yang menukilkan dan merekam
pandangan Imam Abu Hanifah dalam Zahir ar-Riwayah ini.
Kitab Zahir ar-Riwayah terdiri atas enam judul,
yaitu al-Mabsut, al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’
as-Sagir, as-Siyar al-Kabir, as-Siyar as-Sagir, dan az-Ziyadat.
Keenam kitab
ini berisikan pendapat Imam Abu Hanifah tentang berbagai masalah keislaman,
seperti fikih, usul fikih, ilmu kalam, dan sejarah. Keenam kitab ini kemudian
dihimpun oleh Abi al-Fadl Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Maruzi (w.334
H/945 M) salah seorang ulama fikih Mazhab Hanafi, dalam salah satu kitab yang
berjudul al-Kafi.
b.
Al-Nawadir
Kitab-kitab yang
ditulis oleh asy-Syaibani berdasarkan pandangannya sendiri. Kitab-kitab yang
termasuk dalam an-Nawadir adalahAmali Muhammad fi
al-Fiqh (pandangan asy-Syaibani tentang berbagai masalah
fikih), ar-Ruqayyat (himpunan keputusan terhadap
masalah hilahdan jalan keluarnya) ditulis ketika menjadi hakim di Riqqah
(Irak).
Ar-Radd ‘ala
ahl al-Madinah (penolakan pandangan orang-orang
Madinah), az-Ziyadah (pendapat asy-Syaibani yang tidak terangkum
dalam keempat buku tersebut di atas), kitab yang dikarangnya
setelah al-Jami’ al-Kabir serta al-Asar. Kitab yang terakhir ini
melahirkan polemik tentang hak-hak non muslim di negara Islam dan ditanggapi
oleh Imam asy-Syafi’i dalam kitabny al-Umm. Imam asy-Syafi’I menulis bantahan
dan kritik secara khusus terhadap asy-Syaibani dengan judul ar-Radd ‘ala
Muhammad bin Hasan (bantahan terhadap pendapat Muhammad bin al-Hasan
asy-Syaibani).
Al-Syaibani telah menulis beberapa buku
antara lain Kitab al-Iktisab fiil rizq al-Mustahab (book on Earning a clean
living) dan Kitab al-Asl. Buku yang pertama banyak membahas berbagai aturan
syari’at tentang ijarah (sewa-menyewa) yaitu suatu transakasi terhadap suatu
manfaat yang dituju,tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu., tijarah (perdagangan) yaitu suatu tansaksi dengan cara
tukar-menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu
yang bermanfaat , zira’ah (pertanian) yaitu suatu usaha dengan bercocok tanam
untuk memenuhi kebutuha hidup, dan sina’ah (industri).
Prilaku konsumsi ideal orang muslim menurutnya adalah
sederhana, suka memberikan derma (charity), tetapi tidak suka meminta-minta.
Buku kedua membahas berbagai bentuk transasksi atau kerja sama usaha dalam
bisnis, misalnya saham (prepaid order), syirkah (partnership), dan mudharabah.
Biku yang ditulis Al-Syaibani ini mengandung tinjauan normative sekaligus
positif.
Dan buku al-Siyar al-Kabir adalah buku
karangannya yang terakhir. Pembahasannya mencakup semua hal yang berkaitan
dengan peperangan dan kaitannya dengan kaum musyrikin, musuh kaum muslim, dan
hukum-hukumnya. Selain itu, bukunya membahas tentang tawanan perang (laki-laki,
perempuan, dan anak-anak), masuk Islamnya orang musyrik, kemanan mereka, utusan
yang diutus memasuki Dar al-islam dari Dar al-harb, kuda-kuda perang yang
dipakai oleh mereka, rampasan perang, perdamaian dan perjanjiannnya, tebusan
dan hukum senjata, budak, tanah yang dikuasai oleh musuh di negeri musuh, orang
Islam yang berada di negeri musuh, pelanggaran perjanjian, kejahatan dalam
perang, dan beratus masalah yang berkaitan dengan musuh dan hubungan kaum muslimin
dan mereka pada saat perang maupun damai.
Al-Syaibani bersandar sepenuhnya kepada
alquran dan hadis yang meriwayatkan peperangan Rasul yang berbicara tentang
peristiwa yang betul-betul terjadi, dan hukum-hukum yang terjadi pada saat
terjadinya peperangan kaum Muslim dan penakluka wilayah yang mereka lakukan.
Dia juga menggunakan perbandingan kepada masa-masa tertentu. Harun al-Rayid
terheran-heran ketika menyimak isi buku ini dan memasukkan ke dalam daftar
hal-hal yang patut dibanggakan pada masa kekahalifahannya. Perhatian terhadap
buku ini juga terlihat pada masa daulah Utsmaniyah, karena buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, dan dijadikan sebagai dasar bagi
hukum-hukum pejuang daulah Utsmaniyah ketika mereka berperang melawan
negara-negara Eropa. selain itu Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani adalah salah
seorang tokoh penulis dalam hukum internasional.
4. Konsep teori yang dikemukakan Imam
Al-Syaibani
Pemikiran
ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada Kitab al-Kasb yaitu sebuah kitab yang
lahir sebagai respon beliau terhadap sikap Zuhud yang tumbuh dan berkembang
pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengungkapkan kajian
mikro ekonomi yang bekisar pada teori Kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya
serta pedoman prilaku produksi dan konsumsi. Kitap ini merupakan kitab pertaman
di dunia Islam yang membahas permasalahan ini. Dr. al-Janidal menyebut
al-Syaibani sebagai salah satu perintis ilmu ekonomi dalam islam.
Hal yang
dibahas Al-syaibani antara lain:
1)
Al-Kasb (kerja)
Kerja merupakan
hal yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Allah telah
menjadikan dunia ini dengan berbagai ciptaannya temasuk manusia. Manusia
diciptakan sebagai khalifah dan bekerja keras untuk memenuhi kehidupanya. Dan
manusia disuruh menyebar untuk mencari karunia Allah. Menurut Al-Syaibani
al-Kasb (kerja) yaitu sebagai mencari perolehan harta melaui berbagai cara yang
halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas ini termasuk dalam aktivitas produksi.
Dalam ekonomi islam
berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional. Perbedaannya
adalah kalau dalam ekonomi islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan
barang atua jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi
sangat erat terkait dengan halal haramnya sesuatu barang atau jasa dan cara
memperolehnya. Maksudnya aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja
yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi. Dalam memproduksi, kita harus
mengetahi apa produk yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksi barang
tersebut, apa tujuan dari produk yang diproduksikan, dan kepada siapa produk
akan dituju. Itu semua harus kita ketahui agar terhindar dari produksi yang
dilarang oleh islam.
Produksi barang
atau jasa dalam ilmu ekonomi yaitu barang atau jasa yang mempunyai utilitas
(nilai guna). Dalam isalm, barang dan jasa mempunyai nilai guna jika dan hanya
mengandung kemaslahatan. Imam asy-Syatibi mengatakan kemaslahatan hanya dapat
dicapai dengan memelihara ilmu unsur pokok kehidupan yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Dengan demikian seorang muslim bermotivasi untuk
memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki maslahat tersebut.
Konsep maslahat
merupakan kosep yang objektif terhadap prilaku produsen karena ditentukan oleh
tujuan (maqashid) syari’ah yaitu memelihara kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat. Sedang kosep ekonomi konvensional menganggap bahwa suatu barang dan
jasa mempunyai nilai guna selama masih ada orang yang menginginkannya.
Maksudnya dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu barabg atau jasa
ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan ini bersifat subyektif.
Produksi secara konvensional hanya memikirkan untuk keuntungan di dunia saja
tanpa menghiraukan akhirat. Dan tidak tau halal atau haramkah produk yang
diproduksi tersebut.
Dalam pandangan
islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban akan ‘Imarul Kaum,
yaitu menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk. Asy-Syaibani
menegaskan kerja merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah AWT
dan karenanya hukum bekerja adalah wajib. Ada dalil-dalil yang mengaskannya,
yaitu:
i.
Firman Allah
QS. Al-Jumu’ah ayat 10
Artinya:
“apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
ii.
Hadits Rasulullah
Saw,
“ Mencari
pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”
iii.
Amirul Mukminin
Umar ibn al-Khattab r. a.
Lebih mengutamakan derajat kerja daripada jihad. Sayyidina
Umar menyatakan, dirinya lebih menyukai meninggal pada saat berusaha mencari
sebagian karunia Allah Swt di muka bumi daripada terbunuh di medan perang,
karena Allah Swt mendahulukan orang-orang yang mencari sebagian karunia-Nya
daripada para mujahidin melalui firman-Nya:
“Dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang
lain lagi yang berperang di jalan Allah….”( QS. Al-Muzammil: 20).
2)
Kekayaan dan
Kefakiran
Menurut Al
Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya,
sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan bahwa
apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas
pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah
lebih baik bagi mereka.
Dalam konteks
ini, sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan
kondisi meminta-minta (kafalah). Di sisi lain, ia berpendapat bahwa sifat-sifat
kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun begitu, ia
tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut
hanya digunakan untuk kebaikan.
3)
Klasifikasi
Usaha-usaha perekonomian
Menurut
Al-syaibani, usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam, yaitu
sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Sedangkan para ekonom
kontemporer membagi menjadi tiga, yaitu pertanian, perindustrian, dan jasa.
Menurut para ulama tersebut usaha jasa meliputi usaha perdagangan. Diantara
keempat usaha perekonomian tersebut, Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha
pertanian dari usaha lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai kebutuhan
dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksakan berbagai kewajibannya.
Dalam perekonomian, pertanian merupakan suatu usaha yang mudah untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Allah telah menyediakan sawah dan ladng untuk bercocok tanam.
Dan makanan yang kita makan merypakan hasil dari pertanian.
Dari segihukum,
Al-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu fardu kifayah
dan fardu ‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu kifayah apabila telah
ada orang yang mengusahakannya atau menjalankannya, roda perekonomian akan
terus berjalan dan jika tidak seorang pun yang menjalankannya, tata roda perekonomian
akan hancur berantakan yang berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup
dalam kesengsaraan. Maka dari itu kita disuruh untuk bekerja dan berusa di muka
bumi ini.
Barbagai usaha
perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha perekonomian itu mutlak
dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan
orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak dilakukan usaha-usaha perekonomian,
kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula orang yang ditanggungnya,
sehingga akan menimbulkan akan kebinasaan bagi dirinya dan tanggungannya.
4)
Kebutuhan-kebutuhan
Ekonomi
Al Syaibani
mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu
ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu
makan, minum ,pakaian, dan tempat tinggal. Para ekonom yuang lain
mengatakan bahwa kempat hal ini adalah tema ekonomi.
5)
Spesialisasi
dan Distribusi Pekerjaan
Al-syaibani
menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Manusia
tidak akan bisa hidup sendirian tanpa memerlukan orang lain. Seseorang tidak
akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan
manusia berusaha keras, usia akan membatasi dirinya. Oleh karena itu, Allah SWT
memberi kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu
diantaranya, Allaha tidak akan mempersulit makhluknya yang mau berusaha tetapi
akan memberikan jalan atau petunjuk untuk dirinya. sehingga manusia dapat
bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT berfiman dalam surat
az-Zukhruf ayat 32
Artinya: “dan kami telah meninggikan sebagian mereka ats sebagian yang lain
beberapa derajad,”
Al-syaibani
menandaskan bahwa seorang yang fakir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan
membutuhkan orang kaya sedangkan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.
Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam
menjalankan aktivitas ibadah kepada-Nya. Dan Allah mengatakan dalam Qur’an
surat al-Maidah ayat : 2
Artinya:” dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa…”
Rasulullah saw
bersabda:
“ sesungguhnya
Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya tersebut menolong saudara
muslimnya.” (HR Bukhari-Muslim)
Selain itu
Al-syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan
ketaatan kepada-Nya atau membantu suadaranya tersebut niscaya akan diberi
ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi pekerjaan seperti
di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek secara bersamaan,
yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.
Suatu pekerjaan
yang baik merupakan suatu ibadah, agar kita bisa hidup lebih sederhana dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Jika manusia hanya menunggu karunia dari-Nya, niscaya
itu tidak akan perna ada rezeki untuk dirinya karna tidak mau berusaha. Dan
bersyukurlah atas rezeki yang telah Allah berikan. Karna Allah akan menambahkan
rezeki bagi orang yang mau mensyukurinya.
5.
Relefansi antara teori yang dikemukakan
dengan realita saat ini
Setiap manusia wajib bekerja untuk meraih rezeki Allah swt.
Jika manusia tidak bekerja, maka mereka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
sehari-harinya. Oleh karena itu, setiap orang harus mampu memanfaatkan potensi
yang ada pada dirinya untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Jika kita lihat
saat ini, kewajiban untuk bekerja telah mendorong sebagian orang berusa keras
untuk mencari rizki Allah bahkan mereka berlomba-lomba menciptakan lapangan
kerja.
Namun, juga tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini masih
banyak sekali orang yang tidak memiliki pekerjaan, mereka hanya berpangku
tangan menanti rezeki dari Alllah.
Inilah realita yang ada, dimana masih banyak sekali orang yang bermalas-malasan
untuk bekerja, sekalipun itu adalah kewajiban mereka. Hal ini yang membuat
perekonomian sulit untuk berkembang dan tingkat kemiskinan tidak berkurang
serta banyak sumber daya alam belum dimanfaatkan.
Jika kita lihat, pertanian tetap memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia. Produk-produk pertanian adalah produk yang merupakan
kebutuhan pokok manusia. Jadi, bisa dibayangan jika pertanian tidak ada, maka
manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan jika manusia tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, otomatis mereka akan mati dan aktivitas produksi
di sector lain pun akan berhenti. Itulah sebabnya pertanian tetap memegang
peranan penting dalam aktivitas ekonomi atau ketersediaan lapangan kerja.
Namun, saat ini pertanian di Indonesia semakin tidak
produktif. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya lahan untuk pertanian
karena akibat alih fungsi lahan ke
sector pembangunan dan industry. Juga akibat kurangnya minat orang Indonesia
tehadap pertanian karena telah disibukkan dengan hal-hal lain. Bisa dibayangkan
jika produktivitas pertanian di Indonesia semakin menurun, maka akan sulit
sekali untuk mendapatkan bahan pokok untuk memenuhi kehidupan sehari-hari,
sehingga Indonesia akan menjadi negara importir bahan pokok, yang seharusnya
tidak terjadi melihat alam Indonesia yang luas dan cocok untuk pertanian.
Sekarang menjadi tugas kita bersama untuk berpikir keras dan
melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Kita harus berupaya untuk
membangkitkan semangat kerja saudara-saudara kita dan menyadarkan mereka akan
pentingnya pertanian, sehingga mereka mau memanfaatkan sumber daya alam yang
ada untuk kesejahteraan bersama.
Dengan begitu maka aktivitas ekonomi akan meningkat, dan
memberikan nilai positif terhadap semua aspek. Pada dasarnya banyak cara agar
pertanian di Indonesia ini cepat berkembang, tetepi pada kenyataanya masyarakat
tidak bisa melihat situasi ekonomi yang global ini. Masyarakat hanya bisa
meniru dan tidak mampu memberikan situasi ekonomi yang baik untuk meingkatkan
kualitas ekonomi negara ini. Coba bandingkan dengan ekonomi yang ada di luar
negeri seperti Amerika, pasti sangat jauh.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai iklim tropis, sudah
seharusnya mampu memproduksi produk-produk unggulan dan berkualitas dalam
sector pertanian. Tapi nyatanya Indonesia masih sering menginport hasil
pertanian dari luar negri. Ini merupakan
masalah buat negara Indonesia. Bagamimana tidak, kalau pertanian saja harus
menginpor dari luar negri bagaimana bisa Indonesia menjadi negara yang mandiri.
Jika hal ini berlalut-larut akan mengakibatkan dampak ke aspek yang lain juga
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nama lengkap
Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-Syaibani.
Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasit, ibu kota dari Irak pada masa
akhir pemerintah Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah
Jazirah Arab. Menurut Asy Syaibani, permasalahan ekonomi wajib diketahui oleh
umat islam karena dapat menunjang ibadah wajib.
Pemikiran
beliau tentang ekonomi terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
Al-Kasb ( Kerja), Kekayaan dan Kefakiran, Klasifikasi Usaha-usaha
Perekonomian,Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi
Peker
- See more at:
http://dwikcay.blogspot.com/2012/12/makalah-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.html#sthash.50PdJgVa.dpuf